Hari Puputan Margarana, Desa Adat Kelaci Gelar Pujawali Candi Margarana

2 hours ago 1
ARTICLE AD BOX
Puputan Margarana terjadi 20 November 1946 silam di areal Subak Uma Kaang, Desa Adat Kelaci, Desa Marga Dauh Puri, Kecamatan Marga, Tabanan. Pertempuran habis-habisan sampai titik darah terakhir ini demi mempertahankan Kemerdekaan RI dari penjajah yang kembali ke bumi pertiwi.

Di sekitar area pertempuran itu kini berdiri Taman Pujaan Bangsa (TPB) Margarana. Di dalamnya terdapat 1.372 tugu nisan pejuang yang gugur ketika Perang Kemerdekaan RI periode 1945-1950 dan ada candi besar di tengah-tengah taman. Candi inilah yang diupacarai pada Hari Puputan Margarana setiap tahunnya.

Rabu (20/11/2024) siang, usai upacara peringatan yang digelar Pemerintah Provinsi Bali, lantas digelar puncak pujawali Candi TPB Margarana. Berbeda dengan pujawali pada umumnya yang berdasarkan penanggalan Kalender Bali, pujawali candi ini mengikuti Kalender Masehi sesuai Hari Puputan Margarana.

“Pujawali Candi TPB Margarana ini kami gelar setiap tahun dengan panitia tetapnya adalah banjar kami, Banjar/Desa Adat Kelaci,” ujar Kelian Banjar Adat Kelaci I Ketut Yama Parwata, 48, ditemui di sela pujawali candi HUT Ke-78 Puputan Margarana, Rabu siang.

Pujawali Candi Margarana ini disiapkan Krama Adat Kelaci seperti pujawali pura pada umumnya. Ada tahap paruman (rapat) perencanaan, kemudian ngayah menyiapkan piranti pujawali. Lantas, dilanjutkan upacara ngabejiang yang dilakukan di candi telaga di dalam area TPB Margarana.

“Pujawali ini kami haturkan kepada para leluhur yang sudah mendahului kami dan utamanya dipersembahkan kepada Ida Dalem Prajapati,” beber Yama Parwata.

Yama menuturkan, area TPB Margarana dulunya adalah ‘setra’ atau area di mana para pahlawan Pejuang Kemerdekaan RI di bawah pimpinan I Gusti Ngurah Rai gugur. Selayaknya setra-setra di Bali, parahyangan dari setra adalah Pura Prajapati, tempat suci berstananya Ida Dalem Prajapati.

Sebelum tahapan puncak pujawali Candi Margarana ini dijalankan, ada dua tradisi yang selalu dilaksanakan setiap tahun. Pertama, mapeed. Krama Adat Kelaci melakukan defile panji-panji candi dan gebogan yang dilakukan krama lanang dan istri. Defile ini didahului dentingan bajra Paiketan Pamangku Desa Adat Kelaci.

Kedua, tabur bunga. Tabur bunga ini dilakukan pejabat Pemerintah Provinsi Bali dan pejabat militer di Bali. Rabu siang, Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra memimpin tradisi tabur bunga yang dimulai dari candi utama, kemudian bergerak ke tugu nisan I Gusti Ngurah Rai dan tugu-tugu lainnya.

Pujawali jelih Candi Margarana yang dipimpin seorang sulinggih ini hanya berlangsung satu hari. Kamis (21/11/2024) pagi, Krama Adat Kelaci akan melaksanakan pangelebaran atau penutupan karya pujawali.

“Posisi kami di pelaksanaan pujawali Candi TPB Margarana ini bukan sebagai pangamong candi, tetapi dimintai tolong Yayasan Kebaktian Proklamasi. Kami juga sudah ditetapkan sebagai panitia tetap oleh Pemprov Bali,” tegas Yama.

Sementara itu, mamunjung adalah tradisi sekaligus cara memperingati Hari Puputan Margarana secara niskala lainnya. Berbeda dengan pujawali, mamunjung dilakukan secara mandiri dan pribadi di tugu nisan. Seperti yang dilakukan kerabat I Wayan Mudera dan Letkol I Gusti Putu Wisnu.

Tugu nisan Wayan Mudera tampak sangat ramai, Rabu pagi. Satu rombongan keluarga besarnya dari Banjar Belah, Desa Luwus, Baturiti, Tabanan yang dipimpin cucu dari sepupunya, Made Bagiarta, 52, baru saja selesai menghaturkan sesajen ketika didatangi NusaBali.com.

“Setiap 20 November kami pasti datang untuk menghaturkan sesajen kepada Beliau. Karena Beliau juga tidak punya keturunan langsung. Kami ini anak cucu dari saudara-saudara Serma Mudera. Ada sepuluh orang kami ajak,” ujar Bagiarta.

Sama seperti tugu nisan Wayan Mudera, tugu nisan Letkol I Gusti Putu Wisnu juga selalu dikunjungi anak cucunya ketika Hari Puputan Margarana. Bedanya, Letkol Wisnu memiliki keturunan langsung dan tokoh sentral atau tangan kanan I Gusti Ngurah Rai.

Letkol Wisnu seorang tokoh pejuang Kemerdekaan RI terkenal di Buleleng. Namanya dijadikan nama bandara yang dibangun di Desa Sumberkima, Gerokgak, Buleleng. Ia juga diabadikan jadi salah satu patung Tri Yudha Sakti di Sukasada, Buleleng yang gugur bersama Ngurah Rai, 78 tahun silam.

“Ibu saya adalah keturunan Beliau satu-satunya yang ditinggal pergi ketika baru berumur dua minggu. Kami berdoa supaya Beliau senantiasa melihat anak cucunya dan Bali. Bagaimanapun kalau bukan karena beliau-beliau ini, Bali tidak mungkin ada,” tutur Ade Puspa Dewi, 51, cucu kedua Letkol Wisnu. *rat
Read Entire Article