Pengelolaan Keuangan Desa Lemah di Data

2 weeks ago 1
ARTICLE AD BOX
Saat ini yang menjadi kelemahan dalam pengelolaan keuangan adalah data yang tidak akurat. Hal ini disebut Lihadnyana berdampak pada pemborosan anggaran. 
 
Akurasi data yang masih lemah di tingkat desa akan membuat program prioritas tidak berjalan efisien, begitu juga target dan tujuan penggunaan anggaran juga tidak akan terwujud. Lihadnyana mencontohkan pemborosan APBD Buleleng untuk membayar iuran BPJS PBI (Penerimaan Bantuan Iuran). 
 
“Tahun 2022 saat saya masuk ke Buleleng, kita bayar BPJS itu hampir Rp 128miliar. Saya yakin datanya keliru. Setelah saya telusuri, saya sisir kembali ke masing-masing desa dan mendapatkan data yang benar, sekarang hanya bayar Rp 56 miliar,” ungkap Lihadnyana belum lama ini saat memberikan penguatan tata kelola keuangan desa.

Menurutnya dalam pengelolaan keuangan desa harus dilaksanakan secara bijaksana. Peta jalan terkait  masa pembangunan fisik di desa sudah ada sebagai panduan. Hal ini dilakukan agar ada imbangan bahwa APBD Desa, juga untuk kesejahteraan masyarakat. Lihadnyana menyebut membangun fisik bukan hal yang salah, namun terasa tidak bijaksana ketika masih ada masyarakat miskin yang perlu bantuan.
 
“Jangan sampai berpikir bahwa untuk urusan perlindungan sosial penanganan orang miskin penanganan stunting itu tanggung jawab kabupaten provinsi pusat. Salah.  Desa juga ada anggaran. Saya minta pak camat verifikasi anggaran melihat komponen perlindungan sosial juga,” tegasnya. 

Pejabat asal Desa Kekeran, Kecamatan Busungbiu, Buleleng ini juga berpesan kepada  para perbekel, untuk mengikuti kegiatan-kegiatan penguatan dengan cermat. Hal ini penting demi memperkuat kapasitas diri dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan yang ada. 
 
Dalam pengelolaan anggaran desa, juga perlu diperhatikan linieritas dengan program kabupaten, provinsi, dan pusat. Hal ini salah satu strategi percepatan pembangunan nasional dan program prioritas, membangun negara dari pinggiran.7 k23
Read Entire Article