ARTICLE AD BOX
Dalam pengakuannya, perempuan berusia 20 tahun yang sudah bekerja 3 tahun lebih sebagai bendahara itu mengaku tidak mengerti cara membuat laporan keuangan. Dia mengaku selama ini laporan keuangan Bumdes justru diserahkan ke Ketua berdasarkan catatan yang ditulis hanya berdasarkan ingatannya sendiri. Terdakwa juga mengakui pencatatan transaksi tidak dilakukan setiap hari. “Saya biasanya melakukan catatan sebelum laporan tahunan. Saya tulis-tulis seingat saya saja, tidak setiap hari,” ujarnya saat menjawab cercaan pertanyaan Ketua Majelis Hakim, Anak Agung Made Aripathi Nawaksara.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Badung, Putu Windari Suli dkk, dalam dakwaannya menyebutkan perkara ini bermula dari dugaan penggelapan dana BUMDesa selama terdakwa menjabat sebagai bendahara dari 2019 hingga Mei 2021. Terdakwa diduga menggelapkan dana hasil usaha BUMDesa Mart dan BUMDesa Katering senilai Rp 353.587.686,27.
Dalam sidang ini, mengungkap rangkaian penyimpangan yang dilakukan terdakwa sejak menjabat sebagai Bendahara Bumdes Asem Manis selama 3 tahun. Dalam jabatannya, terdakwa mengaku menerima gaji Rp 2,5 juta per bulan. Sebagai bendahara, dia bertugas mengurusi proses transaksi keuangan, mulai dari pengeluaran, biaya operasional, pemasukan dari hasil penjualan usaha Bumdes Mart dan Bumdes Katering, hingga penyetoran dana hasil usaha ke rekening Bank BPD Bali atas nama Bumdes Asem Manis.
Namun, laporan tahunan Bumdes yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya, justru dibuat oleh Ketua Bumdes. Laporan tersebut disusun berdasarkan data-data yang disiapkan terdakwa, termasuk nota pembelian, penjualan, dan transaksi lainnya. "Saya tidak bisa buat (laporan), jadi yang buat Ketua, berdasar data yang saya siapkan, seperti nota pembelian, nota penjualan dan semua transaksi yang terjadi di Bumdes," sambungnya.
Terdakwa juga mengakui telah mengambil dana Bumdes secara bertahap untuk kepentingan pribadi. Setiap harinya, nominal yang diambil berkisar antara Rp 200 ribu hingga Rp 2 juta. Aksi tersebut akhirnya diketahui oleh pihak desa pada awal Mei 2021 setelah dilakukan audit dan pemeriksaan stok opnam oleh pengawas Bumdes yang baru. Dalam pertemuan dengan Perbekel, terdakwa membuat pengakuan tertulis. "Dua hari setelah kejadian saya sempat buat surat pernyataan di rumah Perbekel, bahwa saya mengakui memakai dana Bumdes tapi dengan nominal yang belum diketahui saat itu," tandasnya.
Berdasarkan hasil audit Inspektorat, kerugian yang dialami Bumdes akibat perbuatan terdakwa mencapai Rp 352 juta. Namun, terdakwa membantah jumlah tersebut. Ia mengaku hanya menggunakan Rp 137 juta untuk kebutuhan pribadi, sedangkan sisanya disebutnya berasal dari kehilangan barang dan lainnya. Sebelum kasus ini diproses secara hukum, terdakwa sempat mengembalikan dana sebesar Rp 25 juta. 7 t