Pakar Hukum: Surat Edaran Tidak Memiliki Kekuatan Hukum Mengikat

11 hours ago 4
ARTICLE AD BOX
DENPASAR, NusaBali.com — Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih yang memuat sanksi bagi masyarakat dan pelaku usaha menuai sorotan. Sejumlah pakar hukum menegaskan, SE tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sehingga tidak bisa dijadikan dasar pemberian sanksi.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Esa Unggul, Prof Juanda SH MH, menyatakan bahwa Surat Edaran kepala daerah hanya bersifat imbauan, bukan peraturan yang mengikat seluruh masyarakat. "SE tidak wajib ditaati karena tidak memiliki kekuatan hukum jika tidak ada cantolan peraturan yang lebih tinggi. Akibatnya, SE tidak bisa dijadikan dasar untuk memberikan sanksi kepada pihak yang melanggarnya," kata Prof Juanda, Senin (28/4/2025).

Ia menjelaskan, dalam hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Surat Edaran tidak termasuk sebagai bagian dari regulasi formal. "SE hanyalah bersifat arahan atau imbauan administratif," tambahnya.

Senada dengan Prof Juanda, praktisi hukum Gede Pasek Suardika (GPS) sebelumnya juga menegaskan bahwa SE gubernur tidak memiliki kekuatan hukum untuk menjatuhkan hukuman kepada masyarakat atau pelaku usaha. "Surat Edaran itu berada dalam rumpun administrasi negara, setara dengan nota dinas, bukan alat untuk menjatuhkan sanksi hukum," ujar mantan anggota DPR RI tersebut.

GPS bahkan menyatakan kesiapannya untuk memberikan pendampingan hukum secara gratis kepada siapa pun yang dikenai sanksi berdasarkan Surat Edaran tersebut. "Kalau sampai dijatuhkan sanksi, itu bisa digugat di pengadilan," tegasnya.

Ketua Komisi II DPRD Bali, Agung Bagus Pratiksa Linggih, turut mengkritisi SE Gubernur Bali tersebut. Ia mengatakan bahwa Surat Edaran sejatinya hanya bersifat internal untuk instansi pemerintah daerah dan tidak dapat mengikat masyarakat umum atau pihak swasta.

"SE itu arahan formal yang tidak bisa serta-merta diberlakukan kepada masyarakat di luar kedinasan. Tidak boleh ada pembentukan satuan tugas atau pemberian sanksi tanpa dasar hukum yang jelas," kata politisi yang akrab disapa Ajus Linggih ini.

Ajus Linggih menambahkan, pelaksanaan Gerakan Bali Bersih seharusnya dilakukan melalui pendekatan persuasif, bukan melalui ancaman sanksi hukum yang tidak memiliki landasan.

Seperti diberitakan sebelumnya, Gubernur Bali Wayan Koster menerbitkan SE Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih, yang salah satu isinya mencantumkan ancaman sanksi kepada masyarakat dan pelaku usaha yang tidak melaksanakan ketentuan kebersihan di lingkungan masing-masing. Salah satu yang paling menjadi polemik adalah soal ‘larangan’ kemasan air minum di bawah 1 liter.

Read Entire Article