ARTICLE AD BOX
Promovendus berhasil mempertahankan disertasinya berjudul “Degradasi Tri Hita Karana dalam Lanskap Pariwisata pada Taman Hotel Bintang Tiga di Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Provinsi Bali" melalui Ujian Terbuka Promosi Doktor, di kampus setempat, Kamis (10/4), dengan predikat cumlaude.
Ujian terbuka dipimpin Dekan Fakultas Ilmu Agama, Seni dan Budaya UNHI Prof Dr I Ketut Suda MSi, dengan penguji Koordinator Prodi Ilmu Agama dan Kebudayaan UNHI Prof Dr I Wayan Suka Yasa MSi sekaligus Promotor, dan Prof Dr Ir I Wayan Muka ST MT IPU sekaligus Ko-promotor, Prof Dr Putu Gelgel SH MHum, Dr Drs IGB Wirawan MSi, Dr I Kadek Pranajaya ST MT, dan Dr Komang Gede Santiyasa ST MT. Ujian dihadiri keluarga para udangan terutama kalangan insinyur bidang tata ruang, seniman, dan lain-lain.
Suami dari Ni Ketut Nik Gelgel Ariani ini memilih objek kajian tersebut karena keprihatinannya terhadap perkembangan taman gaya minimalis di hotel-hotel di Kecamatan Kuta, terkhusus taman hotel bintang tiga. Miyoga telah malang-melintang di dunia lanskap khususnya untuk resort wisata di Bali, nasional, dan luar negeri. Dia mengamati terjadi degradasi nilai-nilai Tri Hita Karana (THK) dalam penerapan lanskap pariwisata pada taman hotel dimaksud. Kondisi ini akibat pengaruh modernisasi, kapitalisasi, dan globalisasi. Sebagaimana diketahui THK sebagai filosofi penting masyarakat Bali dalam merawat keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan (parahyangan), manusia dengan sesama (pawongan), dan manusia dengan lingkungan (palemahan).
Riset menggunakan teori kritis untuk membedah masalah, yakni Teori Relasi Kuasa Pengetahuan dari Foucault yang menekankan ada relasi kuasa di balik sederetan tindakan pendegradasian konsep Tri Hita Karana dalam taman hotel tersebut. Teori Strukturasi Gidden untuk membedah hubungan dualitas antara agen atau sumber daya manusia dengan struktur sosial, serta waktu dan ruang. Teori Dekonstruksi Derrida untuk mengungkap makna ganda yang tersembunyi di balik keputusan.

Foto: Ir Drs I Nyoman Miyoga MM menerima surat keputusan lulus ujian doctor dari Promotor Prof Dr I Wayan Suka Yasa Msi. -WILASA
Dirut PT Ramawijaya Indonesia International Design ini menemukan bahwa tekanan ekonomi dan politik ikut mendegradasi penerapan nilai-nilai THK dalam desain lanskap hotel bintang tiga. ‘’Elemen-elemen tradisional sering kali diabaikan untuk mengejar efisiensi ruang dan estetika modern, serta faktor ekonomi untuk mengejar keuntungan yang tinggi,’’ ungkap ayah dari Ni Putu Yoni Pramiari B IHM (Hons) MSc dan I Made Lingga Prayoga BSc (Hons), ini.
Dari risetnya ini, Miyoga menemukan sejumlah agen yakni arsitek, pengembang, dan pemerintah, berkontribusi mendegradasi nilai-nilai THK. Secara yuridis, ada ketidaksesuaian antara regulasi dan implementasi di lapangan, antara lain PP No. 5 Tahun 2005, yaitu tidak mengadopsi nilai-nilai luhur budaya Bali dan tidak mengindahkan syarat-syarat arsitektur tradisional Bali pada hotel. Ada Perbup Badung No. 8 Tahun 2021. Namun, beberapa hotel di Kecamatan Kuta masih melanggar koefisien wilayah terbangun (KWT) dan koefisien dasar bangunan (KDB) yang semestinya maksimal 60 persen. ‘’Kenyataannya, banyak yang melebihi,’’ tegasnya.
Pelanggaran lain pada garis sempadan bangunan (GSB) dan garis sempadan pagar (GSP). Semestinya ada penghijauan atau taman minimal satu meter dari batas jalan. Kenyataannya, hampir 80 persen hotel tidak memiliki taman telajakan. Selain itu, jarak bebas bangunan samping (JBBS) minimal dua meter, jarak bebas bangunan belakang (JBBB) minimum tiga meter, tampilan bangunan, dan lanskap. Kenyataannya dilanggar oleh hampir mayoritas hotel-hotel bintang tiga di Kecamatan Kuta. Di samping itu, terjadi manipulasi pengetahuan THK oleh pemilik modal untuk melegitimasi penyimpangan dari nilai-nilai budaya.
Dari kajian tersebut Miyoga menyimpulkan, degradasi nilai-nilai THK dalam lanskap taman hotel bintang tiga itu disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi. Antara lain, modernisasi dan globalisasi yang ditandai tren arsitektur global mengutamakan estetika modern dan efisiensi ruang hingga menggeser prinsip-prinsip desain yang berbasis budaya lokal. Kapitalisasi pariwisata karena tekanan ekonomi hingga membuat para pengembang lebih mengutamakan keuntungan dari pada pelestarian budaya.
Lemahnya pengawasan terhadap hotel yang melanggar regulasi tata ruang, seperti Koefisien Dasar Hijau (KDH) dan Garis Sempadan Bangunan (GSB). Adanya komodifikasi budaya sehingga THK hanya digunakan sebagai branding pemasaran tanpa implementasi nyata. Kurangnya kesadaran dan pendidikan budaya dimana banyak pemilik hotel, arsitek, dan pengembang yang tidak memahami filosofi THK secara mendalam. Degradasi THK ini terjadi sejak tahap perancangan desain hotel.
Miyoga ingin berkontribusi teoretis guna memperkuat dan memperluas pemahaman tentang penerapan THK dalam arsitektur modern. Hasil riset ini juga menawarkan rekomendasi praktis dalam menajamkan pelestarian budaya Bali melalui penguatan regulasi, pendidikan, dan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.7lsa