ARTICLE AD BOX
Pertemuan ini guna membahas langkah-langkah pencegahan kasus bunuh diri atau ulah pati berbasis komunitas adat.
Ketua PDSKJI Bali Prof Dr dr Cokorda Bagus Jaya Lesmana SpKJ(K) menyoroti bahwa kasus bunuh diri di Bali bukan hanya masalah medis atau psikologis semata, tetapi kerap berakar pada tekanan hidup yang kompleks, termasuk aspek sosial, budaya, dan spiritual. “Diperlukan kolaborasi yang kuat dengan struktur adat untuk menciptakan sistem pencegahan berbasis komunitas yang lebih efektif dan diterima oleh masyarakat,” ujarnya.
Dalam audiensi ini, PDSKJI Bali menyampaikan pentingnya menjangkau hingga ke struktur terbawah desa adat, seperti prajuru dan banjar, serta membentuk kader kesehatan jiwa komunitas yang mampu mengenali tanda bahaya dan merujuk secara dini. PDSKJI Bali menyatakan kesiapan penuh untuk mendampingi desa adat melalui kegiatan edukasi swadaya, pelatihan kader komunitas, serta pemetaan faktor risiko bunuh diri di desa secara ilmiah dan kontekstual.
Beberapa pendekatan yang diajukan dalam diskusi antara lain edukasi langsung oleh psikiater di forum adat tingkat kecamatan atau kabupaten, penyusunan modul pemahaman dasar tentang kesehatan jiwa dan ulah pati bagi prajuru adat, kolaborasi dengan lembaga adat seperti Pasikian Krama Istri (Pakis), yowana, pacalang, dan pamangku sebagai ujung tombak deteksi dini, serta penyusunan narasi edukatif mengenai ulah pati yang berbasis sastra agama, kearifan lokal, dan pendekatan kesehatan jiwa modern.
“Niat audiensi ini bukan untuk mengintervensi adat, melainkan mengajak bergandengan tangan agar nilai-nilai luhur adat dapat menjadi kekuatan dalam menjaga kesehatan mental masyarakat,” kata Prof Cok Jaya. Sementara itu Saba Nayaka MDA Bali Ni Luh Anggreni menyampaikan diperlukan penyesuaian dengan awig-awig dan kajian tentang ulah pati. Dalam banyak desa adat, konsep ulah pati dituangkan dalam awig-awig atau perarem. “Tradisionalnya, ulah pati dianggap sebagai pelanggaran berat terhadap keharmonisan antara manusia, alam, dan roh leluhur. Namun, MDA juga mencatat adanya pergeseran persepsi sosial, di mana sanksi adat terhadap kasus ulah pati kini mulai memudar atau tidak dijalankan secara ketat di sebagian desa,” ungkap Anggreni.
Anggreni menyampaikan bahwa perubahan ini justru membuka ruang dialog yang sehat antara pemahaman adat dan pendekatan ilmiah psikiatri. MDA Bali menyatakan siap untuk menyampaikan hasil pertemuan kepada struktur internal, serta kemungkinan menjadikan topik kesehatan jiwa dan ulah pati sebagai materi resmi dalam Pesamuan Agung MDA berikutnya. Petajuh Hukum MDA Bali Agung Parwata menambahkan bahwa penjabaran ulang makna ulah pati dalam bahasa yang edukatif akan sangat penting agar nilai adat tetap hidup namun tidak menimbulkan stigma tambahan terhadap keluarga korban.
Pendekatan kolaboratif sejalan dengan nilai kesukertan krama desa adat, yakni kesejahteraan lahir dan batin. Namun demikian, diperlukan kajian yang mendalam tentang ulah pati atau bunuh diri dalam perspektif adat. Kolaborasi antara keilmuan psikiatri dan struktur sosial adat diharapkan dapat membentuk sistem perlindungan yang lebih manusiawi, kontekstual, dan berkelanjutan bagi masyarakat Bali. Audiensi PDSKJI Bali diterima oleh Dr I Gusti Ngurah Gede, selaku Koordinator Saba Nayaka MDA Provinsi Bali, didampingi oleh jajaran dari Baga Hukum dan Saba Nayaka. Sementara dari PDSKJI Bali Prof Dr dr Cokorda Bagus Jaya Lesmana SpKJ(K) didampingi Dr dr Anak Ayu Sri Wahyuni SpKJ, dan dr Ida Bagus Gede Wisnu Wardana SpKJ. 7 adi