ARTICLE AD BOX
"Ini jadi iklan buruk untuk Indonesia. Dunia melihat kita sebagai negara hukum, tapi tidak menegakkan due process of law. Investor asing akan galau, gamang, dan gundah berinvestasi di Indonesia, apalagi dalam kondisi ekonomi yang mencemaskan ini," kata Todung usai sidang di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (11/4).
Todung menekankan, konsekuensi ekonomi dari ketiadaan kepastian hukum. "Kasus seperti ini dicatat sebagai iklan buruk untuk Indonesia. Sangat disayangkan di saat kita butuh investor, justru penegakan hukum yang cacat menjadi tontonan dunia," imbuhnya.
Todung menyampaikan kekecewaannya atas putusan sela yang menolak eksepsi tim hukum Hasto. "Kami mengharapkan eksepsi kami diterima karena kasus ini tidak ada dasarnya dan penuh nuansa politik. Politisasi kasus ini begitu luar biasa," tegas Todung.
Todung menyoroti keanehan dalam proses hukum perkara Hasto. Proses penyidikan, penetapan tersangka (P21), sampai pengadilan berjalan sangat cepat dengan banyak kejanggalan. "Tidak sulit menyimpulkan ada politisasi besar-besaran di sini," tegas Todung.
Ia pun mempertanyakan motif KPK. "Pimpinan KPK saat itu baru diangkat. Apakah tidak ada kasus korupsi lain yang lebih penting? Kenapa harus Hasto Kristiyanto - Sekjen PDIP yang akan menghadapi Kongres PDIP?" tukasnya.
Todung tidak ragu menyebut ini upaya politik. "Publik boleh berprasangka ini upaya membegal Hasto, mencegahnya tetap sebagai Sekjen PDIP. Proses hukum ini banyak kejanggalan akibat tekanan politik," tambah Todung.
Todung juga mengkritik paradigma pengadilan. Baginya, hukum pidana seharusnya mencari kebenaran substansial. Tapi yang terjadi adalah mindset menghukum, bukan mencari kebenaran.
Menurutnya, ini adalah kelemahan proses peradilan politik. Ia menambahkan, pengadilan seharusnya arif menerima eksepsi kuasa hukum Hasto karena tidak ada dasar untuk meneruskan prosesnya. Todung menyoroti ketidakseimbangan proses. Yakni terkait pemanggilan saksi yang diajukan pihak Hasto, namun tak diacuhkan pihak KPK.
Menurut Todung, prinsip equality in arms dilanggar. Padahal, penuntut umum dapat waktu sangat longgar, termasuk memanggil saksi-saksi dari KPK. "Ini cacat proses. Nah ada satu prinsip lagi disebut equality in arms. Equality in arms itu apa? Itu memberikan keadilan, fairness, justice pada kedua belah pihak, baik penuntut umum maupun kuasa hukum.
Yang kita lihat, penuntut umum yang punya waktu banyak sekali, termasuk memanggil saksi-saksi yang kebetulan orang KPK. Sementara saksi pihak Hasto tak dipanggil. Jadi, ini hal-hal semacam ini tidak boleh terjadi kalau kita ingin mencari kebenaran materil," pungkas Todung. k22